TO TEAM SWEAT: MARTABAT SEHARGA RP 5.000,-


*tulisan ini pernah saya muat di kompasiana. kepada satu pergerakan yang menamakan dirinya team sweat, membela para buruh yang digaji kecil padahal income perusahaan besar. contoh: NIKE. tulisan berikut agak sedikit labil tapi hanya sekedar ingin membagi saja semoga bermanfaat.
informasi mengenai team sweat klik: http://www.teamsweat.org/tag/indonesia atau di facebook search team sweat

TO TEAM SWEAT: MARTABAT SEHARGA RP 5.000,-


Negara ini, negara indonesia adalah negara HUKUM yang melindungi HAM (Hak Asasi Manusia) tapi dimana HAM yang kita junjung. Ratusan buruh dengan gaji pas-pasan sementara sang perusahaan dengan gaji besar-besaran. Keringat buruh mengalir berton-ton untuk membuat sepasang sepatu, sementara uang hasil penjualan dari beribu pasang sepatu masuk berton-ton ke kantong perusahaan. MIRIS? SEDIH? ATAU KECEWA? Kemanakah HAM yang kita junjung, bukankah kita ikut meratifikasi PERJANJIAN INTERNASIONAL MENGENAI HAM DALAM UU NOMOR 39 TAHUN 1999??? Bukankah dalam UUD 45 Pasal 28 H disebutkan tentang kesejahteraan sosial, dan bahkan dalam PANCASILA Falsafah Indonesia dikatakan bahwa ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka saya dan seluruh masyarakat boleh menanyakan kemana semua hal itu, mana realisasinya?

Jika boleh saya mengutip dari sebuah buku:
"Akan ada hukuman dan tindak lanjut untuk setiap pelanggaran. Tak terkecuali bagi Indonesia yang merupakan negara hukum. Setiap pelanggaran yang dilakukan seharusnya mendapat hukuman sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku. Jika memang begitu, seharusnya perusahaan-perusahaan besar itu sudah diberi sanksi berat dan diusir mentah-mentah dari tanah Indonesia. Namun sebaliknya, perusahaan ini semakin betah di Indonesia. Pemerintah tak pernah benar-benar memberikan sanksi tegas untuk perusahaan-perusahaan besar ini, agar mengubah perlakuannya terhadap para buruh.
Selalu saja ada alasan lebih penting untuk tidak menghukum perusahaan asing ini. Padahal secara legitimasi hukum, perusahaan-perusahaan asing tersebut harus mengikuti peraturan Indonesia, dan Indonesia berhak memberi mereka sanksi atau hukuman karena melanggar peraturan yang sudah disepakati. Dalam permasalahan ini, peran pejabat negara terkait mesti dipertanyakan. Para menteri dan pemerintah daerah terkait seharusnya sudah mengambil tindakan tegas atas hal ini. Ke mana pemerintah yang seharusnya melindungi para pekerja Indonesia? Tak heran jika pemerintah tak pernah benar-benar mengusir atau menghukum perusahaan-perusahaan asing tersebut.
Alasannya, tentu saja, keuntungan bagi rakyat sangat besar. Pertanyaannya, rakyat yang mana? Karena sementara segelintir orang menikmati harta berlimpah ruah, ratusan ribu buruh menderita hanya untuk mendapat Rp 5.000,- satu hari dengan membuat 100 pasang sepatu. Padahal, perusahaan itu mendapat keuntungan berjuta-juta dollar setiap bulan.
Uang sebanyak itu hanya dipakai untuk menggaji petinggi perusahaan yang kerjanya hanya duduk nyaman di ruangannya dan menandatangani beberapa berkas yang bahkan tak dibacanya. Sebagian uang lagi mungkin dipakai untuk membayar pejabat-pejabat negara bersangkutan untuk menutupi keburukan perusahaan mereka, sehingga mereka dapat lolos dari jeratan hukum. Hasilnya, hak asasi manusia para buruh diinjak-injak di negara sendiri ....."

Sumber:  Hana Hanifah (SMA 5 Bandung), dalam buku berjudul Martabat Seharga Rp 5.000. Buku lomba menulis dalam rangkaian pementasan teater Ladang Perminus.
Tulisan lengkapnya bisa dibaca di http://www.vhrmedia.com/Martabat-Seharga-Rp-5.00000-korupsi2502.html

Maka dari itu nasib buruh yang diinjak-injak perusahaan asing (ex:NIKE) tidak dipedulikan. Pemerintah yang seharusnya menjadi bagian dari rakyat malah menyokong perusahaan asing dengan mengatasnamakan rakyat. Mereka lupa bahwa ini negara berasas demokrasi: DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT. BUKANNYA DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK PEJABAT DAN PERUSAHAAN ASING. Mereka lupa bahwa sepatu Nike yang mereka tenteng dari toko untuk anak mereka adalah keringat dari para buruh (rakyat yang memberi amanah pada mereka untuk diemban). Mereka lupa bahwa kita mempunyai UU HAM, kita mempunyai UUD 45 dan PANCASILA yang secara eksplisit mendukung kesejahteraan sosial. Mereka lupa prinsip-prinsip negara yang ditanamkan para Founding Fathers dan Founding Mothers kita seperti Bung Hatta: "Kalau Indonesia sampai merdeka, mestilah ia menjadi Kerajaan Rakyat, berdasarkan kemauan rakyat". Asas Kerakyatan ini mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan -peraturan negeri) wajib berpegang pada keadilan dan kebenaran yang hidup dalam hati rakyat yang banyak, dan aturan penghidupan haruslah sempurna dan berbahagia bagi rakyat kalau ia beralasan kedaulatan rakyat."
Perbedaan perlakuan pemerintah terhadap para pemodal besar dan investor asing dengan para pengusaha kecil dan lokal palagi dengan mengatasnamakan buruh seperti ini,  semakin memperjelas hilangnya rasa toleransi dan rusaknya tatanan demokrasi ekonomi yang dicita -citakan Bung Hatta. Padahal jauh -jauh hari Bung Hatta telah mencontohkan bagaimana tumbuhnya rasa hormat pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan.

Kritik tanpa solusi bagaikan pedang yang belum diasah, kritik hanya menjadi pedang namun baru menjadi pedang yang tajam jika kritik juga disertai solusi. Maka melihat keadaan seperti ini, kitalah generasi muda yang harus bangkit untuk terus menyuarakan keadilan. Para buruh harus terus memperjuangkan nasibnya. NGO (Non-Governmental Oraganisation) yang ada seperti Team Sweat harus terus mengembangkan aksinya dalam menunjukkan kepedulian pada buruh. Tapi kita harus terus mendorong pemerintah mati-matian. Mereka harus sadar amanat yang kita berikan untuk diemban harus mereka jalankan. Bukan sekedar duduk tidur di kursi DPR dengan hembusan angin AC yang sejuk. Mereka ada karena ada suara rakyat yang mendukung.

MAKA SEKALI LAGI, BUKANKAH KITA PATUT BERTANYA LAGI NEGARA BODOH YANG KITA BELA INI APA JUGA MEMBELA KITA? MEMBELA RAKYAT KECIL? MEMBELA BURUH? ATAU MEMBELA RIBUAN PASANG SEPATU YANG BERJEJER DI DISPLAY. ASK YOUR HEART!!


Akhir kata kemalangan negri kita ini mungkin dinyanyikan secara sarkastik dalam sebuah lagu dari band KOIL. potongan baitnya kira-kira seperti ini:


ini negara bodoh yang sangat aku bela
layaknya kekasih yang tercinta
tiap jengkal aku mendaki terasa hampa
sebetulnya apa yang kita miliki? tak ada
kebanggaan terhadap diri sendiri? tidak juga
kepemilikan negara ini?
siapa yang kucacimaki?

kamu dididik untuk bermimpi
kamu terbiasa dibohongi

Comments

Popular posts from this blog

mari bercerita tentang apa saja #1

diantara dua malam dan empat kalimat harapan penuh doa

salju [leiden - 2]